Memiliki luas 30 hektar dan memiliki kedalaman 28 meter, Telaga
Sarangan dapat ditempuh selama 2,5 jam dari kota Solo dan 40 menit dari
kabupaten Magetan. Telaga Sarangan bisa dikatakan unik karena di tengah
telaga terdapat pulau yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar. Menurut
penduduk setempat pulau yang ada di tengah telaga adalah tempat
bersemayamnya roh leluhur pencipta Telaga Sarangan, yaitu Kyai Pasir dan
Nyai Pasir.
Penduduk setempat juga sering menyebut Telaga Sarangan sebagai Telaga
Pasir. Disebut sebagai Telaga Pasir karena menurut legenda yang hingga
kini masih dipercaya oleh masyarakat sekitar bahwa awal mula
terbentuknya telaga tersebut berasal dari cerita sepasang suami istri
yang bernama Kyai dan Nyai Pasir. Bertahun-tahun mereka hidup
berdampingan sebagai suami istri tetapi belum dikaruniai seorang anak.
Lalu Kyai dan Nyai Pasir bersemedi memohon kepada Sang Hyang Widhi agar
dikaruniai anak.
Akhirnya mereka pun medapat seorang anak lelaki yang diberi nama Joko
Lelung. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka bercocok
tanam dan berburu. Karena pekerjaan yang dirasa berat maka Kyai dan Nyai
Pasir bersemedi memohon kesehatan dan umur panjang kepada Sang Hyang
Widhi. Dalam semedinya, pasangan suami istri tersebut mendapat wangsit
bahwa keinginannya akan terwujud jika ia dapat menemukan dan memakan
telur yang ada di dekat ladangnya. Akhirnya Nyai Pasir menemukan telur
tersebut lalu membawanya pulang dan memasaknya. Telur kemudian dibagi
menjadi dua, satu di makan oleh Kyai Pasir dan yang satunya dimakan oleh
Nyai Pasir. Setelah memakan telur tersebut Kyai Pasir pergi ke ladang
dan Kyai pasir merasa panas dan gatal di seluruh tubuhnya. Kyai Pasir
terus menggaruk tubuhnya yang terasa gatal hingga menimbulkan luka lecet
di seluruh tubuh. Akhirnya tubuh Kyai Pasir berubah menjadi ular naga
yang sangat besar, begitu juga yang terjadi dengan Nyai Pasir. Keduanya
lalu berubah menjadi ular naga yang sangat besar dan kedua ular naga
tersebut berguling-guling di pasir sehingga menimbulkan cekungan yang
semakin lama semakin besar dan dalam. Dari dalam cekungan keluar air
yang sangat deras dan menggenangi cekungan tadi. Menyadari kemampuan
yang dimilikinya, Kyai Pasir dan Nyai Pasir berniat untuk membuat
cekungan sebanyak-banyaknya untuk menenggelamkan Gunung Lawu.
Mengetahui kedua orang tuanya berubah menjadi naga besar dan memiliki
niat buruk, maka Joko Lelung bersemedi agar niat tersebut dapat
diurungkan dan semedi Joko Lelung pun diterima oleh Hyang Widhi. Saat
kedua orang tuanya sedang berguling-guling membuat cekungan baru, timbul
wahyu kesadaran agar Kyai dan Nyai pasir mengurungkan niat
menenggelamkan Gunung Lawu.
Begitulah asal mula Telaga Pasir atau Telaga Sarangan yang sampai
kini masih diyakini oleh penduduk setempat. Bahkan setiap menjelang
bulan Ruwah (bulan puasa) selalu diadakan upacara bersih desa dan labuh
sesaji dengan memberikan hasil desa untuk tolak bala dan memperingati
terbentuknya Telaga Pasir. Upacara ini juga bertujuan untuk memberikan
penghormatan kepada roh leluhur yang merupakan cikal bakal Desa Sarangan
yaitu Kyai Pasir.