Senin, 09 Juli 2012

MITOS

ASAL - USUL TELAGA SARANGAN
 
Memiliki luas 30 hektar dan memiliki kedalaman 28 meter, Telaga Sarangan dapat ditempuh selama 2,5 jam dari kota Solo dan 40 menit dari kabupaten Magetan. Telaga Sarangan bisa dikatakan unik karena di tengah telaga terdapat pulau yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar. Menurut penduduk setempat pulau yang ada di tengah telaga adalah tempat bersemayamnya roh leluhur pencipta Telaga Sarangan, yaitu Kyai Pasir dan Nyai Pasir.

Penduduk setempat juga sering menyebut Telaga Sarangan sebagai Telaga Pasir. Disebut sebagai Telaga Pasir karena menurut legenda yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat sekitar bahwa awal mula terbentuknya telaga tersebut berasal dari cerita sepasang suami istri yang bernama Kyai dan Nyai Pasir. Bertahun-tahun mereka hidup berdampingan sebagai suami istri tetapi belum dikaruniai seorang anak. Lalu Kyai dan Nyai Pasir bersemedi memohon kepada Sang Hyang Widhi agar dikaruniai anak.

Akhirnya mereka pun medapat seorang anak lelaki yang diberi nama Joko Lelung. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka bercocok tanam dan berburu. Karena pekerjaan yang dirasa berat maka Kyai dan Nyai Pasir bersemedi memohon kesehatan dan umur panjang kepada Sang Hyang Widhi. Dalam semedinya, pasangan suami istri tersebut mendapat wangsit bahwa keinginannya akan terwujud jika ia dapat menemukan dan memakan telur yang ada di dekat ladangnya. Akhirnya Nyai Pasir menemukan telur tersebut lalu membawanya pulang dan memasaknya. Telur kemudian dibagi menjadi dua, satu di makan oleh Kyai Pasir dan yang satunya dimakan oleh Nyai Pasir. Setelah memakan telur tersebut Kyai Pasir pergi ke ladang dan Kyai pasir merasa panas dan gatal di seluruh tubuhnya. Kyai Pasir terus menggaruk tubuhnya yang terasa gatal hingga menimbulkan luka lecet di seluruh tubuh. Akhirnya tubuh Kyai Pasir berubah menjadi ular naga yang sangat besar, begitu juga yang terjadi dengan Nyai Pasir. Keduanya lalu berubah menjadi ular naga yang sangat besar dan kedua ular naga tersebut berguling-guling di pasir sehingga menimbulkan cekungan yang semakin lama semakin besar dan dalam. Dari dalam cekungan keluar air yang sangat deras dan menggenangi cekungan tadi. Menyadari kemampuan yang dimilikinya, Kyai Pasir dan Nyai Pasir berniat untuk membuat cekungan sebanyak-banyaknya untuk menenggelamkan Gunung Lawu.

Mengetahui kedua orang tuanya berubah menjadi naga besar dan memiliki niat buruk, maka Joko Lelung bersemedi agar niat tersebut dapat diurungkan dan semedi Joko Lelung pun diterima oleh Hyang Widhi. Saat kedua orang tuanya sedang berguling-guling membuat cekungan baru, timbul wahyu kesadaran agar Kyai dan Nyai pasir mengurungkan niat menenggelamkan Gunung Lawu.

Begitulah asal mula Telaga Pasir atau Telaga Sarangan yang sampai kini masih diyakini oleh penduduk setempat. Bahkan setiap menjelang bulan Ruwah (bulan puasa) selalu diadakan upacara bersih desa dan labuh sesaji dengan memberikan hasil desa untuk tolak bala dan memperingati terbentuknya Telaga Pasir. Upacara ini juga bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada roh leluhur yang merupakan cikal bakal Desa Sarangan yaitu Kyai Pasir.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar